Kenangan Masa Kecil (23): Legenda Satria Madangkara

0

 



Ciloteh/ Oce E Satria


".....Procold.... Mempersembahkan....

Sandiwara Radio....Saur....Sepuh 

dalam episode ....

Satria Madangkara....., 

Karya .......Niki Kosasih.....

Menampilkan: Ferry Fadly sebagai Brama Kumbara, dan Elly Ermawati sebagai Dewi Mantili......."


👣

YANG mengalami masa kecil dan remaja di era 1980 hingga awal 1990-an pasti familiar dengan kalimat pengantar itu. Yes, itu adalah kalimat pembuka saat drama radio Saur Sepuh diputar di stasiun radio. Di Padang Panjang radio yang memutarnya adalah Radio Dian Erata 1584 AM (97,8 FM). Kecuali itu, radio yang mangkal di Jl Soekarno-Hatta, Bukik Suruangan ini juga memutar serial "Ibuku Sayang Ibuku Malang". Dua sandiwara radio itu sangat menarik pendengar.

Selain Dian Erata, Padang Panjang juga punya Radio El Em Bahana (sekarang 100,2 FM). Di sini ada sandiwara radio "Butir-Butir Pasir di Laut".

Hidup di era 80an itu asyik. Asyik dengan kesederhaan dan keterbatasan namun menjadi kemewahan yang selalu dikenang. Salah satu kemewahan era 80an adalah mendengarkan siaran radio. Dulu masih radio AM.

Deretan sandiwara radio yang melegenda seperti Saur Sepuh, Misteri Gunung Merapi, Tutur Tinular, Brama Kumbara, Ibuku Sayang Ibuku Malang, Butir-Butir Pasir di Laut, dan banyak lagi.

Yess, radio memang lumayan akrab di keseharian kami waktu itu. Menemani anak-anak, remaja hingga orang tua era 80-an, ketika bersiap berangkat sekolah. Sembari mandi, menyiapkan buku, sambil makan atau malam saat ngerjain PR, dan tentu saja bagi emak-emak saat memasak di dapur. Bahkan di kampungku, kami kalau ke sawah atau parak, hampir pasti tak lupa menyertakan radio transistor portable. Menemani saat berkuras meneruka ladang.

Yang paling lucu, saat batu batre radio soak, itu beberapa kali malah dijemur di matahari agar radio kembali menyala. Entah apa hubungannya batu batre radio dijemur bisa kembali menghidupkan radio. ðŸ˜€

Generasi era 80-an menemukan “dunia” sendiri di radio waktu itu. Mendengarkan siaran musik, sandiwara radio atau meminta lagu dan berkirim salam. Pendengarnya disapa dengan istilah "kawula muda" di Dian Erata, dan "Sobat Bahana" di El Em Bahana.

Seperti jamak di mana pun, beberapa di antara pendengar bahkan ada yang sempat jadian dengan kakak penyiar yang kece. Eehmm....!! (Siapa yaaa yang duluan ngincar?😄)

Bagi anak-anak muda, biasanya pelajar SMP dan SMA, acara pilihan pendengar adalah satu acara yang selalu ditongkrongin. Acara pesan lagu dan kirim salam. Kalo mau ikutan kita bisa beli kartunya yang diambil di studio, boleh pake nama samaran. Lucu-lucu nama samarannya. Misalnya, Kumbang Patah Sayap, Proton Tahan Banting, Dara Terluka, dan macam-macam.

Di Radio Bahana ada AMKM (Anda Meminta Kami Memutar) mirip AMKM di Radio Sonora Jakarta. Beberapa penyiar yang cukup familiar di radio yang berada Jl M Yamin No 4 Padangpanjang ini, seingatku antara lain, Jajak Subarja, Dedi Demona, Yul Sikumbang, Eko Yanche Edrie, Hesen Fanbas, Ingeng Kalimonica (seniorku di SMAN Padangpanjang). Masing-masing punya ciri khas tersendiri, baik suara maupun style. Ada yang menyiar dengan DJ style, ada yang santai dan kalem.

Belakangan beberapa teman SMA-ku juga pernah menjadi announcer di Bahana. Kalo gak salah, ada Pipit Fitdawati dan Bunda Ozu Ezi.

Di seberangnya, Radio Dian Erata, diputar sandiwara Saur Sepuh dan Tutur Tinular. Kayaknya, menurutku, radio ini menyasar pendengar menengah ke bawah karena banyak memutar dangdut. Sementara Bahana sepertinya mengincar kelas menengah ke sononya, lagu-lagu jazz sering diputar di Bahana.

Kalau dengar Dian Erata pastilah familiar dengan penyiar imut satu ini: Elly Cancer. Meski imut tapi suaranya bertenaga, enak didengar karena aura keceriaan selalu terasa. Elly Cancer menyiar dengan DJ style. Meski kadang-kadang ia memilih cara bertutur.

Yang juga diingat dari Dian Erata adalah penyiar Sugiarto. Penyiar satu ini punya suara bariton. Berwibawa, humble dan terasa enak didengar. Kayaknya dia favorit emak-emak.

Gara-gara nyandu dengar siaran radio, aku juga selalu terobsesi jadi penyiar. Waktu SMA aku pengen melamar jadi penyiar di El Em Bahana. Tapi gak dapat lampu hijau dari kakakku yang juga menyiar di sana. Baru saat kuliah, tahun 95an aku diterima di Radio Arbes Rassonia AM 738 KHz. Padang. Waktu itu ada pembukaan plus training yang diikuti sekitar 8 sampai 10 orang. Kami ditraining salah satunya oleh penyiar Ivan Calidso, juga penyiar dari SIPP FM, saudara Arbes.

Karena mau ujian dan banyak tugas kuliah waktu itu, siaran di Arbes kutinggal aja.

O, ya, selain radio dari Padang Panjang, siaran Radio dari Bukittinggi waktu itu juga banyak didengar masyarakat pedesaan di seantero Marapi Singgalang. Salah satunya Radio Jabastigo. Radio ini rerata didengar kalangan pedagang pasar, petani, terutama siaran Minangnya.


☕





"Satu-satunya sumber dari pengertahuan adalah pengalaman." - Albert Einstein




Posting Komentar

0Komentar

Bagaimana kisah Anda?

Bagaimana kisah Anda?

Posting Komentar (0)

Portal StatistikEditor : Oce E Satria

Artikel diterbitkan oleh NostaBlog . Semoga artikel ini bermanfaat. Silakan bagikan ke media sosial Anda atau mengutip dengan menyertakan link artikel ini sebagai sumbernya. Terimaksih sudah membaca. Simak artikel-artikel menarik lainnya

To Top