NOSTABLOG, Bola -- Salah satu generasi tergalau saat ini adalah anak-anak generasi 80 dan 90-an. Gimana nggak galau, beberapa kenangan indah yang mereka rasakan di era itu sekarang pelan-pelan menghilang ditelan kemajuan zaman. Lapangan tempat mereka bermain, kini mungkin sudah jadi perumahan. Mainan yang dulu mereka mainkan, kini terancam punah karena anak-anak sekarang lebih senang main gadget.
Salah satu yang hilang dari "percintaan" generasi 80an dan 90an adalah wafatnya Tabloid BOLA. Media ini diakui atau tidak telah menjadi bagian hidup generasi yang hidup di era 80an - 90an. Dari anak SD sampai bapak-bapak penggila bola. Boleh dikata Tabloid BOLA adalah 'kitab suci' para penggila bola.
Ya, zaman itu, anak-anak SD sangat familiar dengan berita sepakbola dunia dan nasional. Mereka hafal berapa transfer dan gaji seorang pemain bola. Mereka tahu kapan seorang bintang akan hengkang, klub-klub lamanya sampai konflik dengan pelatih. Generasi masa itu paham segala hal, dari teknis bola sampai gosip mega bintang. Bahkan kalau Anda mau tahu, anak drop out SD yang pembaca BOLA dengan lugas dan intelek bisa menjelaskan kronika sepak bola dari teknik bermain, strategi hingga intrik yang ada di liga-liga Eropa. Canggihlah pokoknya.
Generasi remaja sekarang mungkin sudah tak tahu kalau di dunia ini ada liga sepakbola. Apatah lagi era pamdemi corona gini.
Senja kala media cetak bukanlah persoalan baru di dunia jurnalistik. Terlebih pada era yang serba digital seperti saat ini. Setelah pada awal tahun 2018 lalu majalah Rolling Stone Indonesia pamit, lalu giliran Tabloid BOLA yang mengucapkan selamat tinggal.
Kabar tutupnya Tabloid BOLA ini ditulis langsung oleh Firzie A. Idris. Melalui akun Twitternya, Redaktur Pelaksana (Redpel) BolaSport -yang mana satu grup dengan Tabloid BOLA- tersebut mengatakan bahwa edisi terbitan Jumat 19 Oktober dan Selasa 23 Oktober 2018 kemarin merupakan publikasi pamitan.
Halaman pembuka dari edisi terakhir ini diisi catatan Jurnalis BOLA Weshley Hutagalung. Berisi cerita dia ketika menjalani proses seleksi wartawan Tabloid BOLA hingga akhirnya menyaksikan tutupnya tabloid mingguan itu.
"Hantaman tingginya biaya produksi yang menyangkut harga kertas, percetakan, dan distribusi diikuti kemajuan teknologi seolah tak memberi waktu untuk media tradisional bertahan, berbenah mencari solusi," tulisnya.
Tabloid Bola pertama kali terbit sebagai sisipan dalam Harian Kompas pada 3 Maret 1984. Lalu pada 1988 terbit mandiri. Karena pembaca makin banyak, memasuki tahun 1997 hingga 2010, Tabloid Bola dirilis dua kali dalam sepekan.
Nama-nama redaktur yang paling diingat dan kemudian banyak menjadi komentator sepakbola dan olahraga di TV antara lain Pemred Sumohadi Marsis, Weshley Hutagalung, M Nigara, Ian Situmorang. Dorojatun, Broto Happy, Sapto Haryo Rajasa, Lilianto Apriadi dan lain-lain. Mereka telah ikut mewarnai hari-hari generasi 80an dan 90an.
Terima kasih, BOLA!
Oce Satria





Bagaimana kisah Anda?
Bagaimana kisah Anda?