Ciloteh/ Oce E Satria

ERA 80an, masyarakat akrab dengan istilah "Perang Irak-Iran". Perseteruan dua negara muslim Irak-Iran memang mewarnai pemberitaan saat itu, baik di media cetak, radio hingga televisi. Di TVRI, khususnya dalam acara Dunia dalam Berita, hampir tak ada hari tanpa berita perang Irak-Iran.
Perseteruan dua negara di Timur Tengah yang dimulai 22 September 1980 tu menjadi persoalan yang memusingkan negara-negara di seluruh permukaan bumi. Apalagi pemimpin blok Barat yakni Amerika di satu pihak dan negara-negara blok timur dengan Uni Soviet sebagai pak lurahnya, di pihak lain yang saban hari berunding menyelesaikan konflik icak-icak ini. Meski, sebenarnya mereka-mereka jugalah yang diam-diam melalui kegiatan spionase menyulut konflik ini.
Banyak pihak yang ikut bermain dan ambil untung dalam konflik dua negara berbeda mahzab ini -- satu Suni dan satu Syiah. Pialang dan pedagang senjata kesohor, Adnan Kashogi disebut-sebut menjadi pihak yang diuntungkan karena bisa menjual senjata. Tak main-main, ia konon bisa menjual senjata kepada kedua belah pihak yang saling gertak. Di mana ada perang, di situ nama Kashogi tercium.
Waktu aku SD dan SMP, acara Dunia dalam Berita adalah tontonan wajib setelah kami belajar bersama di rumah salah seorang teman. Nah, berita perang Irak-Iran selalu saja ada. Aku waktu itu bingung dan bertanya-tanya, mereka sedang musuhan dan bahkan sudah saling membunuh, tapi begitu di meja peundingan kedua belah pihak terlihat hangat dan hepi-hepi aja. Dari situ aku sudah mulai paham bahwa begitulah politik. Di depan panggung musuhan, di belakang mereka ngupi-ngupi.
Saking terkenalnya perang Irak-Iran, pengaruh dan akibatnya bisa merembet ke dalam kehidupan rumah tangga. Terminologinya. Kata-kata "perang Irak-Iran" dipakai sebagai pameo yang menggambarkan situasi lego pagai laki-bini. Persis seperti dendang Syamsi Hasan:

Pai kudo, tingga bendi..,
Pai Udo tingga uni,
Nan bacakak tiok hari,
Kok ndak patang pagi hari
Basigisia basinginyang,
Ciek handia nan ciek tengang
Nan pariuak lah sato tabang
Lego pagai.....cantuang cantang...."
Rumah tangga yang dihoyak berantem suami-istri disebut sebagai perang Irak-Iran. Sepasang kekasih yang konflik dibakar cemburu dan saling tuduh, itu disebut sedang terjadi perang Irak-Iran. Atau dua emak-emak tetangga yang bertikai dengan berbagai sebab, mereka lagi perang Irak-Iran.
O ya, seingatku model perang emak-emak zaman 80an cukup unik. Kalau keduanya sudah ada di front pertempuran dan di puncak kemarahan, keduanya saling menyunggingkan pantat. Dangkadang orok mereka disingkap pula. Ya salaaaaaam.. 



Istilah itu tampaknya hanya dipakai untuk tiga hal itu: Kisruh rumah tangga, konflik asmara, dan adu mulut emak-emak tetanggaan. Sementara seingatku konflik partai kayak konflik partai mercy yang kasusnya mirip pelakor (kata meme) tak disebut dengan perang Irak-Iran. Konflik Djaelani Djohn Naro dengan Idham Chalid atau Naro vs Soedardji tak disebut sebagai konflik perang Irak-Iran.
Di kampungku emak-emak, nenek-nenek sampai kaum bapak-bapak juga sering kudengar istilah "perang Irak-Iran" meluncur dari mulut mereka. Apa kasusnya aku kurang paham. Bahkan di kalangan remaja waktu itu istilah perang Irak-Iran juga acap disebut-sebut.
Selain istilah "perang Irak-Iran" yang menggambarkan konflik memanas dua pihak, ada lagi istilah lain yang digunakan masyarakat yang berasal dari konflik internasional. Istilah itu adalah "perang dingin".
Mendengar istilah perang dingin, ingatan kita tentu langsung tertuju pada perseteruan dua negara adi daya: Amerika Serikat dan Uni Soviet. Perang dingin ini hanya kelanjutan dari perang dunia kedua. Di mana aktor utamanya adalah dua negara itu. Sementara pion-pionnya adalah negara-negara komunis (Eropa Timur/Amerika tengah komunis) di bawah kendali Soviet melawan negara-negara Eropa Barat yang dikomandoi Washington.
Keduanya saling unjuk pengaruh. Kalo proses pemulihan pasca-perang di Eropa Barat difasilitasi oleh program Rencana Marshall Amerika Serikat, eh untuk menandinginya, Uni Soviet membentuk COMECON bersama sekutu timurnya. Kalo Amerika Serikat bikin aliansi militer NATO pada 1949, pantang kalah Uni Soviet juga bikin Pakta Warsawa enam tahun kemudian. Pokoknya macam anak bocah main: berantem mulu adu pamer pengaruh. Tapi pura-pura. 

Senjata nuklir adalah isu utama yang mewarnai perang dingin dengan ideologi komunis sebagai isu ecek-eceknya. Rudal (peluru kendali) berhulu ledak nuklir diatur jatah kepemilikannya, termasuk fungsinya. Ada rudal dengan jarak jelajah pendek, menengah dan jarak jangkau jauh. Lucunya, Israel yang notabene ada di bawah komando Amerika, bisa seenaknya memproduksi senjata nuklir tanpa mampu diutak-atik Soviet dan AS. Keras kepala Israel ini kemudian ditiru Iran dan Korea Utara.
Perang dingin tak lagi memanas mulai 1991. Sejak Glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi)-nya Gorbachev justru melemahkan dirinya sendiri. Soviet terbelah dan keok.
Isu perang dingin juga merembet dalam urusan rumah tangga. Suami istri yang tidak berkesapaan, bertengkar diam-diam, tidur saling memunggungi, pisah ranjang, pisah kamar sampai pisah rumah tapi tak kunjung bercerai, semua itu disebut perang dingin.
Sama dengan konflik rumah tangga, konflik asmara sejoli yang didera cemburu juga sering berujung perang dingin. Saling cemburu tapi gak mau putus, sama-sama ngaku benci dan marah, tapi diam-diam saling cari tahu info hati lewat teman. Lalu perang dingin.
Temanku yang pacaran waktu itu juga pernah perang dingin. Keduanya entah kenapa jarang ketemuan. Tak ada lagi saling balas surat. Kalo pas jam istirahat gak keliatan lagi mereka akrab, meski satu sama lain sama-sama saling curi-curi pandang. Ehhmmm...
Lalu entahlah siapa dan apa yang akhirnya membuat keduanya kembali rujuk. Mereka kembali berkunaian. Rasa sayang memang susah didustai, ya gaees....?

Kata temanku yang pacaran itu, "nyo di sinan lo seninyo.." Kata dia pacaran kalo damai-damai aja, datar-datar aja gak ada berantemnya gak asik. Masa sih?
"Nenek-nenek aja ada berantemnya sama laki mereka, masa anak muda kayak kita enggak?" Begitu alasannya.
Iya juga sih.
Tapi menurutku keseringan berantem sama pasangan ga asik juga. Apalagi kalo sama-sama keras nafas gak mau ngalah. Kadang-kadang hal yang sebenarnya harus disimpan dalam hati saja, justru diucapkan. Itu makin memperuncing konflik. Tak semua hal harus diterusterangkan.
Jadi kalau pasangan minta, "katakanlah sejujurnya," ga usah dilakuin. Tak selamanya kejujuran membuat baik. Kadang justru malah mengoyak apa yang sudah rapi. Diamkan saja, dan terima itu sebagai hal yang manusiawi.
Seperti pesan Tan Barain, kusir bendi itu: Banyak kecek banyak sasek. Bicara seperlunya saja. (kalo menulis boleh panjang 
).


Untung saja waktu itu aku gak pernah pacaran. Kalau sempat pacaran mungkin aku juga bakal mengalami pengalaman perang Irak-Iran atau minimal perang dingin. Nggak kebayang kalau aku misalnya pacaran sama si kepang kuda yang pinter , atau umpamanya dengan si mata belok, atau andaikata dengan si bando putih, atau taruhlah dengan si rambut sebahu berbody aduhai itu.... Gimana ya suasananya kalau aku dan mereka perang Irak-Iran, atau perang dingin. Secara aku orangnya kan gak tegaan. Ehhmm......preeeet..

Syukurlah kami gak jadian. 

Alhamdulilllah.


Bagaimana kisah Anda?
Bagaimana kisah Anda?